ASMARA LARA (SYAIR)






Sepucuk saja padahal rasanya cukup
Usah-lah Nyonya tebar menyeluruh untuk hasrat yang telah bergemuruh
Nanti Nyonya lelah
Nanti Saya patah

Saya berada diantara luka dan sajak
Memaku pasak enggan menimbul gerak
Tapi andai saya rindu  Nyonya , adakah Nyonya serupa?
Atau jangan-jangan rimba hati Nyonya telah tandus dan berganti warna?

Bisik lembut semilir senja menyayup mesra
Mengisah juang tentang malam yang melahap terang
Tentang rasa Nyonya yang bertabur bimbang
Atau milik saya yang tak kunjung lekang

Tapi waktu terus saja angkuh menggilas segala cerita
Ia berjalan dan terus mengikis milik kita
Kembang kempis jadinya paru-paru saya
Meratap dan terus memohon untuk sehidup setia

Lalu Nyonya kemudian ingkar rasa
Kedap kedip saya tiada percaya
Apa yang menyembuhkan saya
Akhirnya malah membunuh saya

Saat kusingkap hati , Nyonya malah lari
Saat kupungut puing-puing rasa , Nyonya malah menikam penuh lara
Aral saya dibayang-bayang bimbang Nyonya
Melangkah tak bisa , melepas tak rela.

Sungguh petaka bila sesuatu berubah tiba-tiba
Entah keadaan atau para pelakunya
Entah rindu atau rasa dalam hatinya
Macam Nyonya dan cinta piatu saya

Mengapa Nyonya tak kunjung percaya
Pada saya yang selalu tegak dibelakang Nyonya
atau pada rasa yang telah sudi memilih jatuh di pelukan Nyonya?

Saya pelihara rasa untuk Nyonya dengan taruhan nyawa
Saya dekap mesra setiap racun-racun yang dikeluarkannya
Saya meratap memohon menghinakan kepala
Hingga saya mampu terjatuh dengan segala kerelaan dalam sepucuk senyuman.

Tapi kemudian malah Nyonya ludahi saya dengan acuh seolah saya bukan manusia
Seolah saya kebal akan luka
Seolah suara saya tak akan habis oleh jerit angkara
Seolah saya memiliki dua nyawa
Seolah saya binatang hina yang tak sudi Nyonya raba.

Dosa besarkah saya mencintai Nyonya?
Sampai-sampai berharap , kini rasanya sangat gelap


Bogor ,
21 May 2018

1 comment: