Detak detik waktu melambai tangan
Termangu saya pada ketiadaan
Timang-timang mesra memelihara sebuah nama
Yang entah hatinya sedang tertuju pada siapa.
Maju mundur pula jadinya langkah dikau Nyonya
Hilang tak bisa , ada pun tak nampak rupa
Mustahil cinta saya men-derita-kan Nyonya
Tiada-lah katak melahirkan ular.
Duh , Rindu nian saya bersahut mulut dengan Nyonya
Sepatah dua patah kata pun jadi.
Petang terasa terang
Terang terasa senang.
Tiba-lah Nyonya memilih mundur
Mencari cinta dengan strata yang setara
Termakan ketakutan bapak sebegitunya
Inginkan hidup enak berjubahkan rupiah.
Demikianlah saya , Nyonya
Si beku pemilik cinta , penjunjung tinggi nilai-nilai agama
Tiada berlembaga , emas pun tak punya
Hidup terapung tak hanyut , tenggelam tak basah.
Tapi , Nyonya...
Tiada bukit yang tak dapat didaki
Tiada lurah yang tak dapat dituruni
Mustahil mawar berhasil dicengkram tanpa darah
Katak berenang , pasti-lah basah jua.
Hati saya merengek meminta saya menggerakkan pena ,
Untuk Nyonya yang tak kunjung nampak batang hidungnya.
Kemudian saya tatap cakrawala ber-laut-kan senja
"adakah hamba kan baik-baik saja?"
Segenap keyakinan saya kumpulkan
Akhirnya saya tuai jua sepatah bismillah.
Tapi saat saya gores ujung pena itu
maju-mundur lah kepala saya
gemetar hebat ruas-ruas jari saya
Sesak sangat nafas saya
hilang pula akal saya.
Berat-lah sangat rasa ini , Nyonya
Langit terjunjung , palung pun terselam
Tertumpang saya di biduk tiris
Tapi merpati tiada pernah ingkar janji.
Jangan Nyonya benci saya lagi
Tiada-lah cinta bila hanya satu sisi
Semakin sanggup Nyonya saya cinta
Sanggup pula Nyonya membunuh saya.
Bogor, 25 April , 2018
00:00 WIB
0 comments:
Post a Comment