SENANDUNG MALAM (SYAIR)





Senandung malam menggema di langit temaram.
Hati saya melayangkan kidung kerinduan pada sayap-sayap harapan yang saya reka dari deras air mata , saya pahat dengan sepenuh asa dan segenap rasa ,
kemudian saya hiasi dengan cinta dan seluruh percaya.

Maka Nyonya  ,
biar kata kita telah berbeda dunia ,
sudi-lah sekiranya untuk sekedar membuka telinga ,
agar kemudian juang saya tidak sia-sia
dan hati saya tidak lagi tersenyum setengah muka.

Apa kabar engkau disana duhai pemilik mata sayu mustika lukisan hati saya?
Adakah air mata yang mesti saya seka?
Adakah peluh yang mesti saya basuh?
Adakah luka yang mesti saya kecup dengan penuh mesra?
Atau
Adakah lelah yang sudah barang tentu pasti akan saya izinkan untuk rebah?

Senja ini , saya ingin bercerita kepada Nyonya , tentang rindu saya yang nakal tiada dua,
Tentang layur lara seorang anak manusia yang kehilangan timurnya,
Atau tentang rupa sewujud nyawa yang pernah kita bentuk atas cinta dan percaya.

Kemarin , saat Nyonya tertidur di malam sepertiga , diam-diam rindu saya terbang mengecup kening Nyonya ,  membelai mesra jelita wajah Nyonya , dan melukisnya pada langit semesta dengan pena milik hati saya.
Saat fajar tiba ,  gemetar hebat saya dimarahi hati saya tentang pena yang mana saya tahu tintanya hilang kemana.
Jadi-lah hati saya tak bisa lagi melukis seorang-pun wanita.

Duh.

0 comments:

Post a Comment